Agama Ekologikal Mendorong Munculnya Kristen Agraris

Agama Ekologikal Mendorong Munculnya Kristen Agraris – Para Kristen Ekotheologis tulis Panu Pihkala membaptis suatu aliran baru disebut Kristen Agraris. Pada mulainya sebut para cendekiawan, peran kegiatan agraria Kristen pada tahun 1930-an sebagai landasan bagi pengembangan ekotheologi lebih lanjut. Namun, dalam penelitian terbaru, seperti penelitian Panu dan sebuah buku baru oleh Kewin M. Lowe, menunjukkan bahwa ada lebih banyak ekoteologi agraria daripada yang telah muncul dan disoroti pentingnya.

Ekoteologi agraria telah diabaikan dari golongan ekoteologi lain seperti karbon dan lingkungan karena kehidupan pedesaan telah dalam krisis di negara-negara industri dan gerakan lingkungan kemudian lahir dalam suasana yang didominasi oleh situasi di mana sebagian besar penduduk tinggal di daerah perkotaan atau semi-perkotaan. Artinya ekoteologi agraris ini tidak tumbuh dari kesadaran anak-anak kota, tapi dari kesadaran orang-orang kampung dan pinggiran.

Pengaruh penting awal dari teologi ini adalah program sosial distributisme yang berani yang ditujukan untuk demokrasi ekonomi dan berbagi kepemilikan sarana produktif, yang dikembangkan terutama oleh warga Inggris Katolik G. K. Chesterton (1874–1936) dan Hilaire Belloc (1870–1953) baik di Inggris maupun di Amerika Utara, para pemimpin pedesaan diilhami oleh visi ini, tetapi setelah Perang Dunia Kedua, baik distribusi dan kehidupan pedesaan menghadapi krisis yang terus berkembang.

Liberty Hyde Bailey yang menjadi sekaligus tokoh kunci bagi para agraris Amerika. Dia memegang posisi di pemerintah untuk perbaikan kondisi pedesaan sekalligus jadi penginjil ke seluruh negeri. Visi rohaninya untuk merawat “Bumi Suci” diterima dengan baik di antara berbagai orang Kristen. Jadi. Sudah dari 1920-an para agraris Kristen menghasilkan refleksi ekoteologis, tetapi ini terjadi terutama setelah bencana lingkungan yang besar, Dust Bowl – serangkaian badai debu yang menghancurkan di daerah padang rumput AS dan Kanada.

Dengan demikian, agenda agraria Kristen dengan dimensi ekotheologis mendahului Dust Bowl, tetapi itu diperkuat dengan pengalaman krisis lingkungan. Aktivis Kristen bereaksi dengan cara yang sama dari yang lain dalam keprihatinan lingkungan kemudian: mereka membangun organisasi untuk memberikan insentif bagi gaya hidup yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Sejak dari tahun 1930-an, mereka menerbitkan bahan-bahan untuk kehidupan doa dan diskusi kelompok, dan The Holy Earth karya Bailey adalah sumber kunci untuk bahan-bahan semacam itu. Konferensi Kehidupan Agraris Katolik Nasional. Tokoh terkemuka yang terakhir, pendeta dan aktivis agraria Luigi Ligutti (1895–1983), mendapat ketenaran dari proyek komunitas pedesaan di Granger, Iowad. Ligutti, merumuskan pemikirannya tentang ekotologi penatalayanan. Konservasi tanah jadi tema utama ceramah injilnya.

Agama Ekologikal Mendorong Munculnya Kristen Agraris1

Kemudian, karya ahli konservasi tanah Walter C. Lowdermilk (1888–1974) juga sangat terkait dengan upaya-upaya tersebut. Lowdermilk memiliki posisi yang berpengaruh dalam organisasi pemerintah, dan ia menjadikan dirinya sebagai sejarawan lingkungan. Studi internasionalnya tentang erosi tanah masih digunakan. Lowdermilk menyusun “11 Comandement” untuk pengelolaan lingkungan. Sebagai latar belakang dari perintah barunya, Lowdermilk berpendapat secara retoris bahwa jika Musa mengetahui kehancuran apa yang akan ditimbulkan manusia terhadap alam, juga pada diri mereka sendiri, dia “pasti akan terinspirasi untuk menyampaikan bukan 10 Commandemet, melainkan 11 Commandement agar trinitas mendorong manusia bertanggung jawab untuk sesamanya, dan untuk Bumi Pertiwi. ” Lowdermilk sering dikutip untuk kegiatan ekologi agraria. Konsepnya juga dibawakan oleh jemaat, sering dikutip dalam kebaktian. Lowdermilk menginjil secara intensif di Amerika untuk menyebarkan 11 Perintahnya ke jamaat gereja.

[wpspw_post show_full_content=”true”]